Bermula dari melihat penulis buku berbahasa Sunda terkenal yg bernama samsoedi, saya tertarik ingin membacanya, terlebih ketika selesai membaca sinopsis dari cerita tersebut.
Samsoedi mengisahkan seorang anak laki" bernama Emed, usia kurang lebih 13 tahun, bertingkah malas bekerja, bengal, tdk menurut pada orangtua, selalu membuat masalah. Ia tdk sekolah krna lokasi sekolah jauh dr tmpat tinggalnya, di tmbah ibunya yg selalu memanjakan emed, tak jarang bapak ibunya bertengkar karna ambu emed selalu memenangkan anaknya.
Mendiang Ayahnya meninggal karena di pacok ular sendok. Muncul masalah" baru yg lebih rumit. Pada akhirnya ambu emed mengusirnya. Ie pergi tanpa tujuan, untung ada jarsim, ia membantu dan memberinya pekerjaan 'ngangon meri", tp tak sampai seminggu ie berhenti, malah harus berkelahi dgn jarsim. Lalu dia kabur ke 'dayeuh', berniat mencari penghidupan.
Sungguh malang nasibnya, ketika tidur di dpan toko bongbay, ia di ganggu kucing dan anjing yg bertengkar, karena kesal dan marah ia melempar batu, al hasil anjing tak kena malah kaca toko yg pecah. Sialnya Sang pemilik dan polisi menganggap ia pencuri yg selama ini mereka incar, dengan modus yg sama. Setelah di adili ia diberi sangsi penjara bawah umur di semarang sampai usia 18 tahun.
Di "getsrich" di gembleng dan bina smpai menjadi org baik, diajarkan membaca, menulis, dan keahlian" lainnya. Hmpir 4 tahun di bui, Ia tertarik pada keahlian pandai besi, krena mengikuti keahlian temannya bernama Joko dr cimahi. Suatu ketika Joko berumur 18 tahun, ia bebas, dgn uang pesangon yg banyak hasil kerja slama di "gestrich" , lalu mengajak emed kabur sembunyi". Akhirnya Joko berhasil membawa kbur emed. Di tengah perjalanan kecelakaan terjadi di cadas pangeran Sumedang mengakibatkan Joko meninggal di tempat, dan lainnya luka parah termasuk emed. Stelah keluar dr rmah sakit ia bertemu pak halim, ia mulai jualan bajigur, tak lama kemudian mendapat kerjaan jadi 'pandai' pabrik kahar.
Kurang lebih 4 tahun bekerja, ia rindu utk pulang ke desanya. Dr celengan yg ia kumpulkan ia pulang ke tanah kelahiran, bertemu ambu emed dan teman"nya dulu. Ia meminta maaf dan bercerita dr awal sampai tamat.
Dr kisah emed, kita bisa belajar bahwa jika sedari kecil kita malas, nakal, tak mau diatur orangtua maka tunggulah kesengsaraan kemudian. Kalu itu sudah terlanjur segeralah 'balik pikir', mumpung belum terlambat. Sebaliknya jika kita patuh, jadi anak baik, tak membuat jengkel orangtua, maka kebahagiaan selalu menyertai.
Pusakanagara, 17 Januari 2017.
Samsoedi mengisahkan seorang anak laki" bernama Emed, usia kurang lebih 13 tahun, bertingkah malas bekerja, bengal, tdk menurut pada orangtua, selalu membuat masalah. Ia tdk sekolah krna lokasi sekolah jauh dr tmpat tinggalnya, di tmbah ibunya yg selalu memanjakan emed, tak jarang bapak ibunya bertengkar karna ambu emed selalu memenangkan anaknya.
Mendiang Ayahnya meninggal karena di pacok ular sendok. Muncul masalah" baru yg lebih rumit. Pada akhirnya ambu emed mengusirnya. Ie pergi tanpa tujuan, untung ada jarsim, ia membantu dan memberinya pekerjaan 'ngangon meri", tp tak sampai seminggu ie berhenti, malah harus berkelahi dgn jarsim. Lalu dia kabur ke 'dayeuh', berniat mencari penghidupan.
Sungguh malang nasibnya, ketika tidur di dpan toko bongbay, ia di ganggu kucing dan anjing yg bertengkar, karena kesal dan marah ia melempar batu, al hasil anjing tak kena malah kaca toko yg pecah. Sialnya Sang pemilik dan polisi menganggap ia pencuri yg selama ini mereka incar, dengan modus yg sama. Setelah di adili ia diberi sangsi penjara bawah umur di semarang sampai usia 18 tahun.
Di "getsrich" di gembleng dan bina smpai menjadi org baik, diajarkan membaca, menulis, dan keahlian" lainnya. Hmpir 4 tahun di bui, Ia tertarik pada keahlian pandai besi, krena mengikuti keahlian temannya bernama Joko dr cimahi. Suatu ketika Joko berumur 18 tahun, ia bebas, dgn uang pesangon yg banyak hasil kerja slama di "gestrich" , lalu mengajak emed kabur sembunyi". Akhirnya Joko berhasil membawa kbur emed. Di tengah perjalanan kecelakaan terjadi di cadas pangeran Sumedang mengakibatkan Joko meninggal di tempat, dan lainnya luka parah termasuk emed. Stelah keluar dr rmah sakit ia bertemu pak halim, ia mulai jualan bajigur, tak lama kemudian mendapat kerjaan jadi 'pandai' pabrik kahar.
Kurang lebih 4 tahun bekerja, ia rindu utk pulang ke desanya. Dr celengan yg ia kumpulkan ia pulang ke tanah kelahiran, bertemu ambu emed dan teman"nya dulu. Ia meminta maaf dan bercerita dr awal sampai tamat.
Dr kisah emed, kita bisa belajar bahwa jika sedari kecil kita malas, nakal, tak mau diatur orangtua maka tunggulah kesengsaraan kemudian. Kalu itu sudah terlanjur segeralah 'balik pikir', mumpung belum terlambat. Sebaliknya jika kita patuh, jadi anak baik, tak membuat jengkel orangtua, maka kebahagiaan selalu menyertai.
Pusakanagara, 17 Januari 2017.